Pemeluk Luka

Minggu, 26 Mei 2019

Aku pernah begitu mencinta. Hingga rasa terluka yang luar biasa menyapa
Sampai merasa sendiri selalu lebih baik dari berdua
Sampai merasa "Bersama" adalah hal yang percuma karena nantinya juga diluka lalu tak bahagia
Begitu seterusnya
Asumsi kekhawatiran benar-benar semakin gila
Merengkuh semua damai, menghancurkannya hingga berai tercerai
Luka terus menganga. Bahagia terasa sulit dirasa

❤❤❤❤

Kamis, 23 Mei 2019

Saat hendak melakukan hal-hal yang ga berguna, selalu inget bahwa aku ini seorang anak, aset amalan orang tua yang tiada putusnya di dunia.
Kemudian berhenti, balik lagi
Dan berkali-kali mengucap terimakasih jabatan ini akan ku gunakan sebaik-baiknya.

Ibu... jangan bosan untuk doakan, agar anakmu ini selalu bisa memberikan amalan yang nantinya bisa meringankan, bukan memberatkan.
Bapak...  percayalah, aku sedang berupaya, sudah banyak kekecewaan yang aku ciptakan selama masih di dunia, semoga tidak untuk kedua kalinya di alam yang kini telah berbeda.

Semoga semuanya lillah.

Tuan Serba Bisa

Rabu, 22 Mei 2019

Jamhari–pekanbulan, aku sudah tak mau lagi melanjutkan perhitungan dimana aku dan kamu tak lagi saling mengirim pesan. Aku menyerah tuan.. Aku rindu percakapan tentang segala kehidupan– kehidupan makhluk-makhluk air, kehidupan di udara, kehidupan di tanah bahkan kehidupan sebelum kehidupan. Aku juga rindu menjadi telinga yang saban hari mendengarkan kisah percintaan yang tak kunjung menemukan jawaban. Ah.. aku rindu semuanya.

Aku hanyalah anak kecil yang berkali-kali mengutuki diri sendiri mengapa aku bisa sampai sejauh ini. Jatuh hati pada laki-laki yang aku sendiri merasa tidak pantas untuk mendampingi. Aku sudah tahu, perasaan ini memang cukup dijadikan kenangan yang tersimpan, tidak butuh imbalan atau pun balasan. Karena aku memang tidak merasa butuh itu, bersamamu hanya membuatku merasa tidak enak hati, pada wanita yang jauh lebih menjaga hati dan menjaga diri– yang pasti cocok untuk kamu yang luar biasa ini.


Tapi.. tetap rindu, tuan..
Kupikir aku sudah siap melewati masa kadaluarsa kebersamaan kita, tapi nyatanya rasa ingin jumpa dan bersua tak kunjung mereda. Jadi, bolehkah tetapkan aku sebagai apapun itu, asal aku masih bisa terus bertanya mengapa burung pulang disore hari? Soal ikan yang masih mendapat makanan tanpa rebutan? Atau tentang Jakarta yang lampunya tidak pernah padam.

Cerita Kita

Jumat, 17 Mei 2019

Kisah kita sudah rentan, sebentar lagi mungkin akan menuju kehancuran. Aku berkali-kali memastikan, apa iya ini masih bisa dipertahankan? Aku tak mendapatkan jawaban sedang kamu tak juga berusaha menyakinkan.
Aku benar-benar seperti manusia yang kehilangan arah. Ingin menyerah tapi rasanya tak mau kalah. Andaikan kamu sedikit saja punya rasa bersalah, mungkin cerita ini tidak akan begini parah.

Tentang kitatanpa sadar telah membuat lubang besar di dasar hati. Bosan sekali mengatakan ini, tapi aku tak bisa membohongi. Sebuah intuisi yang aku tak bisa mengelak lagi, bahwa kamu memang benar penyebab satu-satunya hati jadi rasa mati. Hancur sekali.

Entah karena apa, aku berfikiran dijadikan pilihan, tak lebih seperti hinaan. Seharusnya memang sudah menang, tanpa ada pilihan dan perbandingan-perbandingan.

Serian Bulan #2

Selasa, 14 Mei 2019

*Sore sudah hampir usai*

"Bulan.. Aku boleh berbicara lagi? Sebentar saja"
"Lima detik."

"Aku senang melihatmu seperti ini" - Matahari tersenyum
"?????"
"Tetap seperti ini, sepi kalau kita tak saling ganti. Jangan hilang-hilang lagi, ya.. Sepakat?"
“Itu saja? baiklah.. sepakat

Minggu, 12 Mei 2019

Manusia dengan penuh kebencian, itu dia kala itu.
Ketenangan rusak, jiwa pun begitu
Bodoh. Harusnya sudah dia usir dari dulu
kamu tahu?
Dia... sungguh. sangat. muak... dengan kamu.
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS